Pacaran Itu Haram

Pacaran Itu Haram

Woooi pacaran itu HARAM Tauk!
Setelah selesai dengan tulisanku pagi ini, aku segera beranjak mengurus pekerjaan rumah. Mengantar pakaian ke laundry sekalian belanja.

Gang sempit itu masih lengang. Aku mendorong sepeda motorku ke jalan raya depan. Karena ini gang sempit sepeda yang hilir mudik melewatinya dituntun dan mesin motor dimatikan.

Menyusuri gang sempit, aku terpana dengan sebuah pemandangan. Sepasang muda mudi tengah bercengkrama. Saling tertawa dan menggoda. Mereka bahkan tak sungkan dengan aku yang lewat di depan mata kepala. Aku mendelik sengit. Entahlah… setiap kali melihat orang beginian, aku selalu saja ingin meluap emosinya.

Sampai di pinggir jalan raya, aku diam. Antara ingin kembali dengan menyalakan mesin motor untuk memanaskan. Hatiku semakin gelisah. Belum lagi mesin motor panas, hatiku duluan yang panas. Baru saja kuselesaikan menulis artikel tentang kecil-kecil pacaran. Langsung dihadapkan pada fakta remaja yang sedang bermesraan.

Apa yang mereka lakukan itu haram. Terlaknat. Kenapa aku diam. Kenapa aku tak nasehati mereka. Kenapa aku tak peduli. Kemana imanmu. Celakalah dirimu mendiamkan maksiat itu. Rutukan hatiku bertalu-talu.

Akhirnya aku turun, pakaian sekeresek besar aku taruh di atas motor. Membiarkan ia terparkir persis di muka jalan raya. Jarakku dengan pasangan  itu hanya sekitar dua meter.

Agak terkejut dengan kedatanganku, si perempuan tersenyum hangat menyapa.

“Mau kemana, mbak…” keduanya menyandarkan bahu ke dinding.

“Hm… mau antar laundry” suaraku agak bergetar. Perempuan itu memang penghuni baru di gang sempit ini. Aku bahkan belum berkenalan dengannya.

Ia ngekos selang satu rumah dari tempatku. Masih muda, mungkin sekitar 18 atau 20 tahunan.

“Maaf mbak, apakah kalian berdua suami istri?”

“Bukan… bukan kok…”

“Oooo… begini, apa yang kalian lakukan sekarang ini tidak boleh dalam Islam alias Haram. Muslim kan?” keduanya mengangguk mengiyakan.

“Iya mbak, saya muslim…” si perempuan agak bergeser dari si lelaki.

“Namanya siapa…?” tanyaku

“Wulan”

“kalo mas ini namanya siapa? kos dimana?” si lelaki menyebutkan nama dan daerah tempat dia ngekos.

“Iya, kalau dalam Islam suami-istri saja nggak boleh menampakkan kemesraan di depan umum, apalagi yang bukan suami istri. Pacaran itu haram. Mendekati zina. Jadi saya harap jangan berbuat seperti ini lagi ya… apalagi di gang sempit ini banyak anak kecil nanti mereka belajar nggak bener dari kalian. Dosanya ngalir ke kalian sampai meninggal dunia loh...”

“Ooo… iya mba… mohon maaf”

Aku agak lega setelah menasehati keduanya, menstater motor dan meluncur ke laundry. Teringatlah olehku kejadian waktu kami ngekos di gang Pisang.

Sekitar jam 20.30 seorang lelaki membuka gerbang, masuk dan disambut seorang gadis yang ngekos di lantai atas. Gadis itu berpakaian sangat minim dan tipis. Mereka duduk di depan rumah ibu kos. Kebetulan disana ada kursi panjang. Aku dan suami serta anak-anak sedang leyeh-leyeh di ruang tamu.

Mendengar ada yang tertawa cekikikan aku membuka pintu depan. Kulihat mba shinta dan seorang lelaki asik masyuk dalam obrolan.

Beberapa orang yang lewat depan rumah kami bersuit-suit. Aneh juga gaya pacaran anak muda zaman edan ini.

Hingga pukul 21.00 mereka masih gayeng dengan obrolan. Tak peduli dengan rengekan naufa dan naura yang sudah minta tidur. Akhirnya aku datangi mereka.

“Mba Shinta, kayaknya sudah malam ya… Naufa dan Naura nggak bisa tidur nih… maaf ya, apa tidak sebaiknya masnya pulang… soalnya sudah malam dan ibu Nurhadi juga nggak ada di rumah… kuatir kalau jadi fitnah”

“Oh… iya mba, maaf ya…” sesaat kemudian si lelaki berpamitan pulang. Esok paginya aku naik ke lantai atas, mengantar kue buatanku pagi ini sekaligus ingin menclearkan masalah semalam.

“Assalamu’alaikum… mba shinta, ini ada cicipan kue. Minta masukannya, karna masih uji coba” yang dipanggil segera keluar dan menyambut piring berisi kue tersebut.

“Mba… maaf ya soal semalam…”

“Oh iya… nggak apa-apa kok, wong mas situ cuma teman aja” Mba Shinta tersenyum menanggapiku. Sepertinya ia memang tidak tersinggung dengan pengusiranku tadi malam.

“Hm… sebenarnya semalam itu, saya minta masnya pulang bukan semata karena Naufa dan Naura nggak bisa tidur loh…”

“lho, kenapa mba Nisa…” ia agak heran dengan pernyataanku.

“Begini, di dalam Islam, haram hukumnya berdua-duaan, karena yang ketiga adalah setan, itu namanya kholwat” jelasku perlahan.

“Dia bukan pacar saya kok, kami cuma berteman. Teman satu kantor” mba Shinta berkilah.

“Iya, walaupun bukan pacar. Laki-laki dan perempuan yang bukan mahram haram berdua-duaan, bersepi-sepi, maka itu haram hukumnya. Berdosa yang melakukannya, berdosa juga yang tidak mencegahnya”

“Ooo… gitu” Mba Shinta manggut-manggut.

“Mba Shinta muslim kan?”

“Iya dong muslim” jawabnya percaya diri.

“Nah… seorang muslim itu harus manut sama aturan Allah dalam semua aspek kehidupan. Ibadahnya, makanannya, pakayannya, pergaulannya, perdagangannya, bisnisnya dan semuanya harus taat sama aturan Allah” Mba Shinta mengangguk-angguk. Entah paham atau tidak.

“Kenapa nggak menikah saja mba. Sekarang usianya berapa?”

“Heee belum, mbak… calon saya masih tugas di luar pulau. Saya juga masih 23 tahun kok”

“Ooo begitu… eh saya dulu juga nikah usia 23 tahun lho, nggak pake pacaran”

“Oh ya, kok bisa ya?” ia terheran-heran

Belum sempat aku menjelaskan, Naufa sudah memanggil-manggil dari dapur agar aku turun.

“Bundaaaa… Booond…”

“Wah maaf ya, lain kali kita sambung lagi. Naufa sudah cari bundanya tuh…”

“Makasih ya mba atas kue dan nasehatnya”

“Iya, sama-sama… itu sudah menjadi kewajiban saya. Kalau saya tidak menegur tadi malam, saya ikut kecipratan dosa”

“Bundaaaaa… boooond!” Naufa memekik tidak sabar. Akupun segera menuruni tangga setelah berucap salam.

Seminggu kemudian aku di panggil oleh anaknya ibu kos. Aku diminta mencari kontrakan lain saja. Karena ada orang yang tidak nyaman denganku katanya.

Dia bilang aku terlalu mencampuri urusan orang lain. Melarang-larang orang main. Melarang pacaran. glek! Rupanya kejadian malam itu dilaporkan kepada pemilik kos.

Sampaikanlah… waalaupun itu pahit konsekuensinya. Sampaikanlah walaupun konsekuensinya berat. Memayahkan hidup. Sampaikanlah bahwa PACARAN itu HARAM! Agar kita tak menjadi setan bisu.

"Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu"

Simak juga kisah seru di kebun bibit berjudul Indahnya menikah tanpa pacaran

Related

Dakwah 3904858238437370476

Post a Comment

emo-but-icon

Tulisan Unggulan

Sebulan Bisa Hafal Satu Juz?

Hafalan Al-Qur'an Yuuuk Saya memulai jadwal tahfidz harian ba'da shubuh. Saat suasana masih sangat tenang, Goma masih lelap ...

Catatan Terbaru

item