Ada Apa dengan Buku Alfie’s Home
perilaku menyimpang yang disipkan dalam buku anak-anak |
Gara-gara potongan gambar buku ini, banyak hujatan yang ditujukan kepada buku tersebut. Tentu saja orang tua lain di luar sana sama kagetnya seperti saya. Bahkan mungkin histeris dibuatnya.
Usut punya usut, potongan gambar buku tersebut ternyata diambil dari buku berjudul Alfie’s Home yang di tulis oleh Richard A Cohen. Siapa sih Richard A Cohen itu. Dia itu ternyata seorang psikoterapi lho.
Tadinya ia adalah seorang homo yang sudah insaf. Masa kecilnya yang penuh kecamuk masalah menjadikan ia tertular penyakit homo. Beruntung ia bisa sembuh meski butuh waktu yang tidak sebentar.
Kini dia membantu para gay, lesbi, LGBT yang ingin kembali normal, menjadi heteroseksual. Ayah tiga anak ini selain aktif menulis juga menjadi Orientasi seksual terapis.
Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan, buku ini digolongkan ke “Buku pendidikan” lho. Bahkan ditempatkan di genre “Children”. Ya Ampuun ngeri banget ya…
Eit… tunggu dulu sebentar, mari kita simak keseluruhan isi buku tersebut agar kita tidak salah menafsirkan. Nanti dituduh penyebar berita hoax lho. Hehe
Buku Alfie’s home ini memang sengaja di tulis oleh Richard A Cohen dalam rangka untuk sosialisasi ke anak-anak, soal perilaku gay, supaya bisa dijauhi, katanya. Karena ditujukan untuk anak-anak, buku setebal 30 halaman desainnya full color dan full ilustrasi.
Buku Alfie’s home ini diawali dengan kisah orang tua Alfie yang kerap bertengkar. Pertengkaran itu membuat Alfie merasa sendiri dan frustasi. Beruntung ada pamannya yang menyayanginya dan mencintainya sepenuh hati.
Sayangnya, Alfie justru jadi korban kelainan seksual pamannya. Ia disodomi oleh paman nya sendiri. Seperti yang ada pada ilustrasi di atas. Hingga alfie tumbuh besar dalam ketidak wajaran. Kelainan seksual.
Teman-temannyapun mulai menjuluki Alfie seorang banci. Hingga suatu hari, Alfie bertemu dengan konselor. Konselor memberinya pencerahan. Bahwa anak-anak korban sodomi sewaktu masih kecil tidak selalu harus ketularan gay.
Konselorpun memberi tahu orang tua Alfie tentang kondisi kelainan Alfie. Keduanya bersepakat untuk tidak bertengkar lagi. Pamannya pun menyesali diri atas perbuatan keji. Lalu Alfi dan ayahnya kembali bisa berkomunikasi dalam diskusi.
Sayang sekali, dari ke 30 halaman itu, hanya 17 halaman yang di jelaskan. Sisanya, saya belum bisa merekam jejak. Namun secara global, buku ini di promosikan sebagai buku edukasi untuk anak-anak sebagai antisipasi perilaku seksual yang menyimpang.
Lalu, apakah buku ini tidak bermasalah? Secara sepintas lalu, buku ini memang tak ada masalah. Bahkan banyak pihak menganggap buku ini terkategori buku bagus. Karena mengajarkan kepada orang tua agar sebisa mungkin menjaga keharmonisan keluarga, juga komunikasi dengan anak, sehingga tidak harus terjadi penyimpangan seksual. Benarkah?
Menurut saya, justru sebaliknya. Buku ini—setelah saya memahami alur ceritanya—sangat berbahaya. Ini seperti racun tikus yang di bungkus menjadi kue tar yang TAMPAK lezat dan menggiurkan. Namun justru mematikan.
Apalagi buku ini dikategorikan buku pendidikan dengan genre anak-anak. Mungkin jika orangtua yang membaca, masih bisa diterima akal fikiran. Sebab orang tua sudah bisa memilah mana yang baik dan mana yang benar. Itu jika orangtuanya punya pikiran yang benar. Jika tidak, sama-sama bodohnya.
Lalu bagaimana pula anak-anak disuguhi cerita macam ini, bagaimana anak-anak akan mencerna serta memfilternya. Alih-alih mereduksi kerusakan sosial dari homoseksual dan lesbian, yang ada justru kampanye terhadap budaya rusak tersebut.
Anak-anak diajari bagaimana seks sesama jenis. Dengan memegang ininya itunya. Dan itu menjadi rahasia. Parah bukan.
Ini sama parahnya seperti menyiarkan reka ulang aksi kejahatan (pembunuhan, pemerkosaan, mutilasi, perampokan dll) kepada masyarakat lewat media. Baik media cetak seperti koran, majalah juga media elektronik seperti televisi, radio, video di you tube dll.
Alih-alih menekan angka kriminalitas, yang ada justru masyarakat dididik tata cara berbuat kejahatan. Dari mulai persiapan sampai eksekusi. Wajar saja bila angka kejahatan terus melesat naik dari hari ke hari, lha wong dikampanyekan secara resmi.
Dulu, pembunuhan adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Tapi hari ini, kita seperti biasa saja dengan aksi pembunuhan paling sadis sekalipun. Kenapa? Karena benak kita telah dipenuhi dengan informasi tersebut. Sehingga sudah biasa. Malah sambil tertawa-tawa membaca atau menontonnya.
Begitu juga, buku Alfie’s home atau yang semisalnya (karena banyak buku serupa beredar atas nama kebebasan berpendapat).
Hari ini kita memandang homoseksual adalah suatu kebiadaban. Bahkan melampaui naluri kebinatangan. Namun, kelak, jika kampanye seperti buku Alfie’s home ini terus di gencarkan, lambat laun pikiran kita, perasaan kita akan memakluminya sebagai kewajaran. Na’udzubillahi min dzalika ya Allah…
Lalu bagaimana membasmi pedofilia. Silahkan baca catatan saya dengan judul Tips mengenyahkan PPEDOPHILIA dari muka bumi.
Berhati-hatilah kita menjaga generasi kita hari ini. Ketika tak ada lagi yang bisa melindunginya, kitalah satu-satunya harapan perlindungan itu. Atau kita akan menyesal selamanya.
Siwalankerto, 29 April 2014, 01:59