Selamat Datang di Jambi

Selamat Datang di Jambi

Selamat Datang di Jambi
Bandara Sultan Thaha, Jambi
Catatan Selamat Datang di Jambi ini adalah lanjutan catatan sebelumnya yaitu Balek Khincai.

Akhirnya, mendarat dengan selamat di Jambi. Suhu udara Bandara Jambi tidak jauh berbeda dengan bandara internasional Juanda, Sidoarjo Jawa Timur. Lumayan panas. Untuk sampai di kampung emak, 12 jam Jambi – Kerinci kami butuhkan melewati jalur darat.

Ada sih jalur udara. Susi Air terbang Jambi – Kerinci 2 kali seminggu. Namun saat pendaratan kami  hari ini, loket Susi Air tutup. Mungkin karena ini adalah hari raya idul fitri hari pertama. Sejak dari Depok, kami sudah mengambil persiapan menginap di Jambi sekiranya kami tak mendapati satupun  trevel menuju Kerinci.

Entah kenapa, sejak memasuki bandara Soekarno Hatta, kecemasanku berkurang drastis. Perasaan nyaman dan tenang kurasakan. Aku tak lagi memikirkan berbagai kemungkinan buruk. Sudahlah pasrah saja. Apa yang akan terjadi... terjadilah. Alih-alih panik sebagaimana yang terjadi sebelum keberangkatan kami ke bandara Soetta, aku malah bermain kejar-kejaran bersama Naufa dan Naura sepanjang koridor bandara Sultan Thaha.

Aku bahkan tak memperdulikan ayah Naufa yang sibuk menelfon. Sesekali terdengar suara emak dan uni El. Sementara aku tetap bermain dengan duo eN.

Jam 11.15 sampai jam 13.15 kami di bandara. Setelah Shalat Dzuhur yang di jamak dengan Shalat Ashar di Mushola Bandara, ada panggilan ke ponsel ayah Naufa. Ternyata panggilan dari sopir trevel. Subhanallah... aku benar-benar bersyukur atas segala kemudahan ini. Alhamdulillah...

Berbaik sangka akan memudahkan segala urusan kita. Berbaik sangka (husnudzon) pada Allah atas Qodho yang Dia tetapkan. Baikkah atau burukkah. Berbaik sangka pada manusia akan mengurangi tingkat kecemasan. Yang efeknya pada ketenangan hati. Serta kemudahan jalan.

Sementara kepanikan dan ketergesaan hanya akan membuat hati bimbang, pikiran tak tenang dan tentu saja menjadi persoalan kian bercabang-cabang.Terimakasih untukmu Ayah Naufa yang sabar mengajariku untuk terus berbaik sangka apapun kondisi yang menimpa kita.

Sebuah mobil APV telah menunggu kami. Travel plat hitam yang sebulan terakhir ramai menjadi pilihan para traveller dan cukup memusingkan travel resmi berplat kuning juga pihak perhubungan. Soalnya travel plat hitam ini kan nggak setor pajak ke direktorat perhubungan. Hehe...

Tarif normal hari biasa Jambi – Kerinci Rp. 100.000 - Rp. 120.000. Namun karena ini hari libur, maka tarifnya adalah Rp. 250.000. Tarif ini naik 250% dari tarif normal. Kami berempat dihitung 3 kursi x Rp. 250.000 = Rp. 750.000. Maksud hati mau ngirit ongkos pesawat yang promo pada hari pertama idul fitri, eh ternyata di trevel yang biayanya bengkak. hehe

Tapi kalau memutuskan menginap di Jambi rugi 2 kali. Rugi waktu rugi uang. Menginap di Hotel terdekat Rp.400.000/malam. Biaya makan dan tetek bengek sehari penantian Rp.100.000. Biaya trevel H+2 = Rp. 180.000 x 3 = Rp. 540.000 total biaya yang dibutuhkan kalau menunda perjalanan sampai esok pagi adalahRp. 1.040.000. Rizki Allah memang tidak bisa dianalogikan dengan logika matematis manusia ya...

Alhamdulillah... mobil pribadi itu meluncur ke dari Jambi ke Kerinci pukul 14.30. soalnya harus menjemput penumpang lain yang tersebar di beberapa wilayah. Bismillahi tawakkalna 'ala Allahi...

Trevel tanpa rokok.

Dimanakah aku bisa mendapati sopir yang tidak merokok. Plis... beratnya perjalanan darat ini semakin diperparah dengan asap rokok yang sungguh membuat aku tersiksa. Konon kabarnya, asap rokok inilah yang membuat para sopir tetap terjaga. Tentu saja, katanya untuk keselamatan penumpang juga. Adakah pengganti rokok yang bisa membuat mata melek dengan kesadaran penuh?

Kalau dulu, Surabaya – Lampung kami tempuh lewat perjalanan darat juga. Tapi rasanya biasa saja. Nggak berat-berat amat. Soalnya, relief jawa memang datar dan cenderung lurus. Berbeda dengan relief pulau Sumatra yang berbukit-bukit. Tikungannya juga menukik nggak tanggung-tanggung. Tidak jarang mobil yang nyungsep ke dasar jurang. Karna jalanan memang ada di bibir tebing. Perjalanan yang berat dan mendebarkan. Akhirnya ngalah juga sama asap rokok yang sementara ini bisa buat melek sopir trevel. Daripada mobilnya nyungsep. Na'udzubillahi min dzalik...

Karena perjalanan yang meliuk-liuk dan kencang. Tak ayal, Naufa dan Naura memuntahkan semua isi perutnya. Ini sudah kuduga. Wong yang sudah dewasa seperti aku saja bisa muntah dibuatnya apalagi yang masih balita seperti mereka. Bersyukurnya, sesaat setelah mabuk perjalanan mereka tertidur lelap hingga pemberhentian untuk rehat. Tapi jika saat rehat makan lagi, setelah mobil melaju selang tak berapa lama, mereka muntah lagi. Hm... tampaknya mesti puasa nih. Selama 12 jam perjalanan, kami berhenti 3 kali. Di Bangko, Sarolangun dan di Muara Imat.

Sebenarnya perjalanan ini bisa lebih cepat kalau lewat Padang. Sekitar 6-8 jam. Maklum, kabupaten Kerinci berbatasan langsung dengan Sumatra Barat. Bahkan menurut cerita ayah Naufa, dulu Kerinci masuk provinsi Sumatra Barat. Makanya, sebagian orang Padang banyak yang bermukim di Kerinci. Teman-teman yang dari Padang juga sering menisbatkan Kerinci ke Padang.

Para pendaki atap Sumatra (gunung Kerinci) pun biasanya mengambil rute perjalanan dari Padang. Sementara kami sengaja lewat Jambi, karena harga tiket pesawat Jakarta – Jambi jauh lebih murah ketimbang Jakarta – Padang. Padang kan sudah termasuk kota tujuan favorit.


Aku merindukan sosok pak B.J Habibi yang bercita-cita produksi pesawat sendiri. Kalau Indonesia bisa buat sendirikan harga tiket pesawat jadi murah. Dan tentu saja, untuk medan seperti ini akan sangat efektif kalau pakai pesawat.

Setelah perjalanan 12 jam, akhirnya kami sampai juga di kampung halaman. Pukul 2 dini hari di Jl. Depati Parbo Desa Kumun Debai Kota Sungai Penuh. Langsung disambut oleh Emak, Mak Nsu dan Uni El. Subhanallah... wa Alhamdulillah...

Bersambung ke Berkompromi dengan dingin Kerinci

Related

Traveling 4970538064133886435

Post a Comment

emo-but-icon

Tulisan Unggulan

Sebulan Bisa Hafal Satu Juz?

Hafalan Al-Qur'an Yuuuk Saya memulai jadwal tahfidz harian ba'da shubuh. Saat suasana masih sangat tenang, Goma masih lelap ...

Catatan Terbaru

item