Musibah

Musibah

Ini kelanjutan kisah yang berjudul Prasangka. baca dulu kisah sebelumnya ya...

*****

Duduk melingkar. Masing-masing memegang sebuah buku. Serius. Khusyuk mendengarkan. Hanya Haidar yang sibuk dengan mainannya di luar lingkaran. Sesekali tertawa girang. Lain waktu merengek kesal.

“Manusia akan selalu ada di dua area sepanjang hidupnya. Area yang menguasainya dan area yang dikuasainya. Pada area yang menguasainya, manusia sama sekali tak punya andil. Tak punya kehendak. Juga keinginan dan harapan. Karenanya, pada area ini manusia tak akan ditanya sebagai bentuk pertanggung jawaban. Inilah yang dinamakan Qodho. Masyarakat umum sering menyebutkannya sebagai takdir” Ustadzah Fadhilah men-syarah (menjelaskan) isi buku tersebut. Tangan kirinya memegang buku.

“Misalnya, bentuk mata kita, apakah bulat besar atau sipit. Juga warna bola mata. Apakah hijau, biru, coklat atau hitam. Begitupun bentuk rambut, keriting, lurus. Pun tinggi badan, ada yang pendek semampai maksudnya semester tak sampai, ada yang sedang, juga ada yang tinggi menjulang. Kita semua tak perlu merisaukan hal-hal tersebut. Bukankah semua itu tak akan dipertanggung jawabkan” Tegas Ustadzah Fadhilah menyampaikan. Tiara masih tertunduk khusyuk. Dina tersenyum simpul. Ria sesekali terpejam, nampaknya ia mengantuk sekali pagi ini.  Indah menyandarkan punggungnya ke dinding kepalanya mengangguk-angguk tanda mengerti.

“Rasulallah saw bersabda InnallahaSesungguhnya Allahlaa yandhurutidaklah melihat ila padaajsaamikumbentuk tubuh kalianwa laa shuwarikumdan tidak pula pada wajah kalian" Tangan kanan ustadzah Fadhilah bergerak menunjuk ke wajah dan tubuhnya sendiri, menggambarkan apa yang ia sebutkan dalam hadis tadi.

"Tak akan ada pertanggung jawaban tentang itu semua. Maksud saya bentuk tubuh dan wajah. Itu semua ada di luar kendali kita. Andai semua manusia bisa order bentuk tubuh, wajah, warna kulit, bentuk hidung, mata dan lain-lain sebelum terlahir di dunia, tentu tak akan ada yang minta buruk-buruk standar manusia. Semua orang akan minta yang baik, cantik, tampan. Tak perlu risau. Tak akan ditanya, Ria kenapa hidungmu pesek…” Ria yang terkantuk-kantuk kaget seketika. Ia menggaruk-garuk kerudung hijaunya. Yang lain senyum-senyum geli.

“E-ee… kenapa ya, Ustadzah… “ Ria menjawab sekenanya. Ia memang nyaris tak mendengarkan penjelasan Ustadzah Fadhilah. Hampir dua puluh menit ini ia terkantuk. Matanya merah. Bersyukur tadi masih bisa datang tepat waktu.

“Kenapa mengantuk, Ria…” Pertanyaanya Ustadzah Fadhilah pada Ria.

“E-ee semalam begadang, ustadzah… internetan”

“Ya sudah, sekarang cuci muka dulu di belakang. Biar nggak ngantuk…” Ria menatap Tiara, memberi aba-aba perizinan ke belakang, kamar mandi. Tiara mengangguk mempersilahkan. Sesaat kemudian Ria duduk lagi dalam formasi lingkaran. Wajahnya basah oleh air. Matanya masih memerah namun sudah sedikit cerah. Dibukanya lagi buku yang tadi ia letakkan di atas karpet hijau.

“Sudah siap?” Tanya Ustadzah Fadhilah. Ria mengangguk.Ustadzah Fadhilah kembali menatap buku di tangan kirinya.

“Namun hadis tadi ada kelanjutannya. Walaakinnaallahaakan tetapi Allahyandhuru ilamelihat padaquluwbikumhati kalianwa a’maalikumdan amal-amal kalian”. Tak akan ada pertanyaan tentang kenapa hidungmu pesek Ria di hari penghisaban kelak. Tak akan ada. Allah akan bertanya tentang apa yang ada di hati kita dan tentu saja apa yang sudah kita lakukan selama hidup di dunia” Ustadzah Fadhilah menarik nafas panjang.

“Bagaimana dengan musibah yang menimpa seseorang, Ustadzah… misalnya kecelakaan, gempa bumi, banjir, gunung meletus dll?” Dina bertanya penuh makna.

“Selama musibah tersebut terjadi tanpa andil kita, tanpa peran kita, tanpa kendali kita maka semua itu pun tak akan ditanya dan diminta pertanggung-jawaban. Jika sebaliknya… kita akan ditanya tentang semua itu” Ustadzah Fadhilah menatap Dina lekat-lekat.

“Misalnya, Kecelakaan. Musibah tersebut memang tak di inginkan manusia. Tak ada manusia yang ingin celaka. Yang akan ditanya adalah perbuatan seseorang sebelum terjadi kecelakaan tersebut. Ngebut-ngebutankah, kurang hati-hatikah, mengantuk kah dll” Dina mengangguk-anguk. Membenahi bentuk kerudungnya.

“Qodho atau takdir memang tak ada hisab. Namun perbuatan kita sebelum terjadi Qodho, itulah yang akan di pertanggung jawabkan. Begitupun cara kita mensikapi Qodho. Apakah marah atau ridho. Apakah syukur atau kufur. Apakah sabar atau galau. Semuanya di hisab” Ustadzah Fadhilah berhenti sejenak, memandang kepada masing-masing darisah (pelajar perempuan)nya. Tiara, Dina, Ria dan Indah. Satu persatu. Lengang sementara.

“Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Sinan Dari Suhaib r.a., bahwa rasulullah saw. bersabda, AjabanSungguh menakjubkanli amril mu’minbagi urusan orang berimaninna amrahu kullahusesungguhnya semua urusannyalahu khairunbaginya kebaikanwalaisa dzalikadan bukanlah yang demikian ituli ahadinuntuk seorangpunilla lil mu’minkecuali untuk orang mukmin. In ashabat-hu sarraa-ujika ia ditimpa kebaikansyakaraia bersyukurfakaanatmaka kesyukuran itukhairan lahukebaikan untuknyaWa in ashabat-hu dharra-udan jika ia ditimpa musibahshabaraia bersabarfakaanat khairan lahumaka kesabaran itu adalah kebaikan untuknya ” Ustadzah Fadhilah berhenti menjelaskan. 

Sebuah mobil pick-up berhenti di depan pintu gerbang rumah Tiara. Seorang memapah Ardy yang kakinya diperban memasuki gerbang rumah. Motor gede Ardy diturunkan dari bak pick up tersebut. Ardy berjalan pincang.

Innalillahi wa inna ilayhi raaji’uun…” serempak Tiara, Dina, Indah, Ria dan Ustadzah Fadhilah berseru kaget. Menoleh ke arah garasi. Tiara bergegas menyambut Ardy. Matanya berair. Pucat seketika melihat Ardy dipapah lemah tak berdaya. Ia segera membuka pintu kamar. Membiarkan pemuda tadi membaringkan Ardy di tempat tidur.

“Abiiii…” Tiara memeluk Ardy yang telah terbaring. Air matanya tumpah. Rasanya tak percaya. Baru sekitar sejam yang lalu ia melambaikan tangan kepada Ardy melepas kepergiannya berangkat kerja. Indah mengusap bahu Tiara untuk menenangkannya. Dina menggendong Haidar berdiri di depan pintu kamar. Ria terbengong dengan kantuknya. Sementara Ustadzah Fadhilah berbicara dengan pemuda tadi berjalan ke garasi.

“Tadi, mas ini kecelakaan mba di dekat Taman Pelangi jalan A.Yani. Ditabrak motor bebek dari arah belakang pas mau nyebrang. Yang nabrak lari. Mas ini tadi pingsan. Sudah saya bawa ke puskesmas Jemur ngawinan dan kata dokter yang jaga masnya gak papa cuma memar aja sama lecet kakinya karena keseret aspal. Masnya minta dibawa pulang kesini” pemuda itu menjelaskan kronologi kejadian.

Seorang pemuda lagi memarkirkan motor Ardy yang tampak penyok bempernya. Menepuk kedua tangan membersihkan debu yang melekat.

“Ya sudah ya mba, saya mau melanjutkan pekerjaan. Mau mengambil tanaman hias di Porong” dua pemuda tadi berpamitan.

“Maaf mas, apakah ada biaya yang harus di bayar?”

“Ndak usah, mba… kayak apa saja. Membantu saudaranya kan yo ibadah”

“Oh iya mas, matur suwun nggeh…” Ustdzah Fadhilah mengantar kepergian mereka. pemuda itu tersenyum . Membuka pintu mobil pick-upnya dan mengikuti aba-aba pemuda satunya lagi. Mundur, berbelok dan menghilang di pertigaan jalan.

“Kajian kita terpaksa kita tutup meski belum genap 2 jam” Ustadzah Fadhilah menutup kajian rutin kali itu dengan membaca doa penutup majlis.

“Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu an laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilayka” Tiara masih terisak. Setelah memastikan kondisi Ardy memang baik-baik saja.  Satu persatu teman-temannya menyalami Tiara berpamitan.

“Sabar dek… ini ujian dari Allah… ingat hadis tadi Tiara” Ustadzah Fadhilah memeluk tiara erat.

“Jika butuh bantuan, jangan sungkan menghubungi saya ya dek…” Tiara mengangguk.

                                                                         
                                                                           *****


Bersiaplah dengan pergantian masa. Suka dan duka silih berganti. Seperti siang dan malam. Hingga indahnya sempurna menjadi hari. Semuanya serba tak terduga. Tak ada yang tahu kepastiannya. Saat takdir menyapa tersenyumlah menyambutnya. Dengan kesyukuran atas nikmat atau dengan kesabaran saat lara.

Bersambung ke manajer rumah tangga

Related

Menulis 5588682103225001089

Post a Comment

emo-but-icon

Tulisan Unggulan

Sebulan Bisa Hafal Satu Juz?

Hafalan Al-Qur'an Yuuuk Saya memulai jadwal tahfidz harian ba'da shubuh. Saat suasana masih sangat tenang, Goma masih lelap ...

Catatan Terbaru

item