Agar Bisa Menjadi Ahli Hikmah

Agar Bisa Menjadi Ahli Hikmah

Agar Bisa Menjadi Ahli Hikmah
Catatan ini sebenarnya adalah penjelasan yang saya sampaikan pada kajian tafsir surat Luqman ayat 12. Dalam ayat tersebut Allah berfirman:

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْلِله وَمَنْ يَشْكُرْفَإنَّمَايَشْكُرُلِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

“Dan kami sungguh telah mendatangkan kepada Luqman berupa hikmah, hendaklah bersyukur kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur kepada Allah maka hanyalah dia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barang siapa kufur maka sesungguhnya Allah Maha kaya lagi maha Terpuji”



Terkait dengan siapakah luqman yang disebut Allah dalam ayat ini, saya telah membuat catatan khususnya. Anda bisa membaca artikel berjudul Siapakah Luqman al-Hakim? Sebab jika di jelaskan dalam artikel kali ini. Tentu akan sangat panjang sekali. Catatan kali ini pun hanya saya batasi pada pembahasan apakah hikmah itu? Mungkinkah kita bisa menjadi ahli hikmah dan bagaimana caranya agar kita tergolong ahli hikmah.

Adapun tafsir rinci surat Luqman ayat 12 diatas. Insya Allah akan saya buat dalam catatan tersendiri.

Apakah Hikmah itu?


Pada kamus bahasa Indonesia kata hikmah punya beberapa makna. Diantaranya adalah: kebijaksanaan dari Allah, sakti ataupun kesaktian, kedalaman makna (bijaksana) dan manfaat.

Sementara dalam kamus bahasa Arab, hikmah bermakna ide ataupun pendapat dan pikiran yang bagus, kebijaksanaan, kenabian, keadilan, kata-kata bijak, dan Al-Qur’an al-Karim.

Al Hikmah juga bermakna kumpulan keutamaan dan kemuliaan yang mampu membuat pemiliknya menempatkan sesuatu pada tempatnya (proporsional). Al Hikmah juga merupakan ungkapan dari perbuatan seseorang yang dilakukan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat pula

Para mufassir (ahli tafsir) mempunyai definisi yang berbeda satu sama lain terkait makna al-Hikmah. Imam Mujahid mengartikan Al Hikmah adalah “Benar dalam perkataan dan perbuatan”. Sementara Ibnu Zaid memaknai al-Hikmah sebagai “Cendekia/pandai dalam memahami agama.”

Senada dengan pendapat diatas, imam Malik bin Anas mengartikan al-Hikmah sebagai  “Pengetahuan dan pemahaman yang dalam terhadap agama Allah, lalu mengikuti ajarannya.” pendapat ini dikuatkan juga oleh Ibnu Qasim yang menuturkan bahwa al-Hikmah adalah “Memahami ajaran agama Allah lalu mengikutinya dan mengamalkannya.” Tidak berbeda dengan beberapa pendapat diatas, Imam Ibrahim An Nakho’i , mendefinisikan al-Hikmah sebagai “Memahami apa yang dikandung Al Qur’an.”

Sementara itu Imam As Suddiy mengartikan Al Hikmah adalah An Nubuwwah (kenabian). Ar Rabi’ bin Anas menjelaskan bahwa hakikat al-Hikmah adalah “Rasa takut kepada Allah.” pendapat ini senada dengan pendapat imam Hasan Al Bashri yang  memaknai al-Hikmah sebagai “Sifat wara’ (hati-hati dalam masalah halal dan haram).”

Al Hikmah asal katanya adalah Al Ahkam. Yang berarti memiliki kapabilitas yaitu mumpuni dalam perkataan dan perbuatan. Al Hukama yaitu orang-orang yang perkataan dan perbuatannya sesuai dengan sunnah Rasulullah saw.

"Hikmah dapat menambah (derajat) seorang terhormat dan mengangkat (derajat) seorang hamba sahaya sehingga ia dapat menduduki kedudukan hukkam (penguasa)". (HR. Abu Nu'aim dan Ibnu Addi)

Al-Biqa’i dalam kitab Al-Mishbah mendefinisikan Hikmah sebagai “Mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amali ilmiah, artinya ia adalah ilmu yang didukung oleh amal dan amal yang tepat yang didukung oleh ilmu.” Seseorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai hakim.

Kata hakim sendiri maknanya berkisar pada menghalangi. Seperti hukum yang berfungsi menghalangi terjadinya penganiayaan. Kendali bagi hewan dinamai “hakamah”. Karena ia menghalangi hewan mengarah ke arah yang tidak diinginkan.

Hikmah adalah sesuatu yang bila digunakan akan menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan dan akan mendatangkan kemaslahatan serta kemudahan. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang burukpun adalah perwujudan dari hikmah pelakunya dinamakan hakim. Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan dalam pengaturannya dialah hakim. Seorang yang memiliki hikmah harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya, sehingga dia akan tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu atau kira-kira dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba.

Imam al-Qurthubi berkata, “Semua makna di atas saling berkaitan satu sama lain, kecuali pendapat as- Suddi, ar-Rabi’ dan al-Hasan. Ketiga pendapat mereka saling berdekatan satu sama lain. Karena AL-HIKMAH sumbernya dari AL-AHKAM. Yang artinya mumpuni dalam perkataan dan perbuatan. Dan semua makna yang disebutkan di atas adalah bagian dari AL-HIKMAH. Al-Qur’an itu HIKMAH, sunnah Rasulullah juga HIKMAH.”

Imam at-Thabari rahimahullah menambahkan, “Menurut kami, makna HIKMAH yang tepat adalah ilmu tentang hukum-hukum Allah yang tidak bisa dipahaminya kecuali melalui penjelasan Rasulullah. Dengan begitu al-HIKMAH disini berasal dari kata al -Hukmu yang bermakna penjelasan antara yang haq dan yang bathil. Seperti kalimat al-Jilsah berasal dari kata al-Julus. Kalau dikatakan bahwa si Fulan itu orang yang Hakiim, berarti dia itu orang yang benar dalam perkataan dan perbuatan.”

Mungkinkah Kita Menjadi Ahli Hikmah?

Setelah menyimak beberapa penjelasan yang kita gali dari para ulama diatas, kita bisa simpulkan bahwa hikmah sebenarnya adalah paham terhadap hakikat agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah kemudian mengimplementasikan atau menerapkan dalam amal perbuatan sehari-hari dalam seluruh aspek kehidupan serta mendakwahkan bahkan menerapkannya pada tataran hukkam (penguasa).

Jika ditanyakan apakah mungkin kita menjadi ahli hikmah. Jawabannya tentu mungkin sekali. Hanya saja harus ada hirsh (ambisi kuat) untuk bisa memahami al-Qur’an dan as-sunah. Selain itu memang melibatkan iradah Allah. Allah swt berfirman:


يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَايَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ

"Allah menganugerahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang al-Qur'an dan as-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)." (QS. Al-Baqarah ayat 269)

Agar Bisa Menjadi Ahli Hikmah

Pertama, kita harus menggunakan potensi akal kita untuk memahami al-Qur’an dan as-Sunah. Dengan potensi akal inilah kita bisa mengambil pelajaran. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-baqarah ayat 269 diatas.

Untuk bisa memahami al-Qur’an tentu kita harus menuntut ilmu. Datangilah majlis-majlis ilmu. Jangan malas mencari tahu baik hadir di majlis ilmu maupun membaca buku-buku yang terkait dengan tafaqquh fiddiyn.

Menurut hemat saya, kita wajib membekali diri kita dengan ilmu alat. Berupa ilmu tentang bahasa arab. Kenapa? Sebab al-Qur’an dan as-Sunah berbahasa arab. Mustahil bagi kita memahami agama Islam dengan pemahaman yang menancap, kokoh, berpengaruh tanpa memahami bahasa arab.

Selain itu juga terkait ilmu yang berkaitan erat dengan al-Qur’an dan hadits. Seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, asbabun-nuzul, asbabul wurud, kitab-kitab ulama terdahulu dan lain sebagainya.

Kedua, setelah kita memahami sebuah pelajaran dalam agama, selayaknya kita langsung menmpraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi ilmu itu untuk diamalkan. Bukan sekedar untuk berbangga-bangga dengan banyaknya pengetahuan. Jika ini yang terjadi, maka orang tersebut (orang berilmu tanpa beramal) layak disebut kitab yang berjalan. Seperti orang Yahudi. Mereka paham terhadap kitab taurat, namun mereka enggan mengimplementasikannya dalam ranah kehidupan. Na’udzubillahi min dzalika...

Praktek ilmu ini sampai pada batas wara’ sebagaimana definisi Imam Hasan Al Bashri yang  memaknai al-Hikmah sebagai “Sifat wara’ (hati-hati dalam masalah halal dan haram).”

Ketiga, mendakwahkannya kepada orang lain. Dakwah ini akan semakin menguatkan pemahaman terhadap agama. Juga sebagai kontrol dan nasehat untuk diri sendiri saat terlupa. Dengan dakwah dan nasehat, kebaikan akan semakin merata. Orangyang tidak tahu menjadi tahu. Dan orang yang sudah tahu akan semakin kokoh ilmu dan amalnya.

Keempat, jika seseorang ada pada posisi sebagai penguasa maka orang tersebut seharusnya menerapkan hukum-hukum Allah atas kekuasaannya. Barulah ia bisa disebut sebagai hukkam. Dan saat itulah orang tersebut tergolong ahli hikmah.

Setelah berkaca dari pemaparan diatas, marilah kita sama-sama berinstropeksi diri. Sudahkah masing-masing dari kita tergolong ahli hikmah. Sudahkah penguasa kita hari ini adalah hukkam yaitu ahli hikmah. Astaghfirullahal-’adhim. Allahummarzuqna ‘ilman naafi’an wa rizqan waasi’an wa ‘amalan shaalihan mutaqabbalan. Ammin...

Related

Dakwah 5332371498259891791

Post a Comment

emo-but-icon

Tulisan Unggulan

Sebulan Bisa Hafal Satu Juz?

Hafalan Al-Qur'an Yuuuk Saya memulai jadwal tahfidz harian ba'da shubuh. Saat suasana masih sangat tenang, Goma masih lelap ...

Catatan Terbaru

item