Beda Daerah Beda Lahjah

Beda Daerah Beda Lahjah

“Dimana tuh bocah?”

“disono noh. Disini kagak ada!”

“Lu kira gua bakalan nyerah?”

“Kagak!”

Saya kira logat dan adegan itu cuma ada di sinetron tv yang sempat saya tonton waktu sowan kerumah orang tua di Lampung. Ibu saya memang penggemar sinetron “Tukang bubur naik haji”. Saya kira bahasa seperti yang saya kutipkan di atas itu hanya ada dalam imajinasi saya saja. Kenyataannya, saya hari ini mendapatinya dalam kehidupan sehari-hari saya.

Agak canggung rasanya mendengar dan mengucapkan dengan lahjah yang sudah kadung terpengaruh lahjah Surabaya. “ndek ndi arek iki? Ndek kono. Ndek kene gak onok”. “Pean iki yok opo seh”  Meskipun begitu dari sisi intonasi sama-sama keras dan kasarnya. Ngobrol biasa saya kira sedang bertengkar dengan tetangga. Hehe…

Kekagetan ini sebenarnya juga saya rasakan pada tahun 2010. Saat untuk pertama kalinya diajak merantau ke sebrang pulau oleh suami. Kaget dengan bahasa orang-orang sekitar. Bahkan keturunan Tionghoa saja bahasanya medok totok jawa banget.

Meski saya terlahir berdarah jawa, namun saya lahir dan besar di Sumatra. Lampunglah namanya. Kata orang Japung. Jawa Lampung. Jadi bahasa jawa banyak yang belum tahu artinya.

Suami yang asli Kerinci Jambi juga sering mengeluh jika khutbah jum’at atau kajian keislaman pakai bahasa jawa, nyaris tak bisa dipahami. Saya sendiri sering interupsi sama musyrifah (guru dalam mengkaji Islam) saya, jika beliau menggunakan kosa-kata jawa untuk menjelaskan atau memberi contoh. Interupsi untuk memperjelas makna kata. Hm… Kangen sama para ustadzah yang sabar membimbing saya.

Subhanallah… baru dua kota yang saya kunjungi. Namun keragaman sudah sedemikian rupa. Apatah lagi yang sudah menjelajah negeri orang. Seperti Inggris, Denmark, Jepang, Suriah, Sudan, Maroko, Rusia dll… saya punya mimpi suatu hari nanti saya juga akan bertandang ke tempat-tempat itu, Insya Allah…

Subhanallah… Mahasuci Allah yang telah menciptakan keragaman bahasa agarmasing-masing dari kita saling mengenal. Allah berfirman:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (TQS. Ar-Rum :22)

Konon katanya, bahasa ini juga berpengaruh pada karakter suatu kaum. Misalnya, di Surabaya dengan bahasa yang keras dan agak kasar, menjadikan arek-arek Suroboyo terkenal dengan BONEK nya. Di Madura lebih heboh lagi. Di Bali bahkan konon ada yang pake ilmu hitam segala kalau sudah tersinggung.

Lain lagi kalau di Solo, dengan bahasa kromo inggil dan adat keratonnya menjadikan corak karakter orang Solo lemah lembut. Begitu juga Bogor dengan bahasa sundanya. Bahasanya halus, perangainya juga santun.

Di atas segalanya, semua bahasa dan karakter yang ada, apabila sudah bersentuhan dengan Islam, maka semua keragaman itu akan tunduk pada aturan Allah, sehingga kita mendapati karakter yang sungguh unik. Keras dan tegas namun lembut hatinya.

Seperti Khalifah Umar bin Khattab. Meski karakter dasarnya keras dan tegas, namun jika sudah terkait pelaksanaan hukum Allah, beliau adalah manusia berhati malaikat. Kisah beliau yang memanggul sekarung gandum untuk seorang warganya sudah sangat familiar di benak kita.

Meski terkenal lembut hati dan perilakunya, Abu Bakar Ash-Shiddiq tetap memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat. Begitulah beda karakter tapi lebur dengan Islam. Tunduk pada aturan Islam. Dan Rindu pada penerapan Islam.

kalau sekarang… saat asas kebebasan jadi landasan perbuatan, halal haram hantam. Kerusakan hampir merata di semua lapisan masyarakat. Baik kaum yang bahasa dan karakternya kasar  maupun kaum yang bahasa dan karakternya halus. Semuanya terimbas kerusakan. Kan ini zaman kebebasan hak asasi manusia. Boleh dong kita berbuat dan berkata apa saja.

Berbeda sekali jika aturan Allah berupa Syari’at Islam di terapkan dalam institusi Khilafah. Maka perbedaan kultur, bahasa dan karakter justru akan menjadi rahmat. Karena semuanya terwarnai oleh Islam. Ada saat keras dan tegas. Kapan pula harus berlemah lembut. Bahkan tidak mustahil menggabungkan dua karakter yang bersebrengan. Keras tapi lembut. Lembut tapi tegas. Itu hanya bisa direalisasikan kalau kita dinaungi hukum Islam.

Allah berfirman: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (TQS. Al Fath : 29)

Makanya nggak heran, para sahabat rasulallah juga punya perangai dan karakter yang berbeda-beda, padahal sama-sama orang arab. Abu dzar al-Ghifari terlahir di suku Ghifar, punya karakter keras dan kasar. Sampai-sampai saya mendapati hadis tentang senyum dan bermuka manis sebagian adalah periwayatan dari beliau.

Al-Faruq Umar bin Khattab, beliau terkenal dengan keras dan tegas. Hingga setanpun lari terbirit-birit mendengar langkah lakinya. Berbeda dengan keduanya, utsman bin affan adalah sahabat paling pemalu hingga malaikatpun malu kepada beliau.

Semoga Allah anugrahkan hati dan sikap yang lembut meski lahjah dan intonasi beragam.

Depok 10 Juni 2014, 07:34


Related

Traveling 7840262592450941136

Post a Comment

emo-but-icon

Tulisan Unggulan

Sebulan Bisa Hafal Satu Juz?

Hafalan Al-Qur'an Yuuuk Saya memulai jadwal tahfidz harian ba'da shubuh. Saat suasana masih sangat tenang, Goma masih lelap ...

Catatan Terbaru

item