Agar Kematian begitu membahagiakan.
Jum’at pagi pekan ketiga di bulan maret tahun 2014 saya diajak seorang teman untuk menjenguk teman yang lain yang sedang koma sejak selasa siang yang lalu. Tersebab kecelakaan. Kami berdua berbonceng sepeda menuju RSAL Surabaya.
Bu Ratna namanya. Seorang syabah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Beliau adalah seorang pedagang di pasar Karah, Surabaya. berjualan sejak pukul 6-10 pagi. Setelah selesai berjualan di pasar, bu Ratna dan Bu Maftuhah berencana kontak ke tokoh umat di daerah Jambangan.
Menyusuri jalan raya yang cukup lengang. Setelah melewati jalur tol, Bu Maftuhah bersiap menyebrang. Membelokkan sepeda motornya ke kanan jalan masuk gang. Tak di nyana-nyana, tiba-tiba dari arah depan sebuah sepeda motor dengan kecepatan tinggi menghantam sepeda motor yang dikemudikan bu Maftuhah.
Bersyukur sepeda motor bu Maftuhah sudah masuk gang. Meski begitu, tabrakan muka dan bagian belakang sepeda motor itu tak terelakkan. Bu Ratna yang dibonceng bu Maftuhah terpental. Karena bagian belakang motor bu Maftuhah terbentur keras dengan bagian depan sepeda motor penabrak. Sementara bu Maftuhah baik-baik saja.Alhamdulillah...
Masa yang ada di sekitar tempat kejadian berkerumun. Polisipun segera hadir. Kedua sepeda motor kecelakaan disita polisi. Begitu juga dengan STNK masing-masingnya. Polisi membantu bu Maftuhah memapah bu Ratna yang terpental akibat kecelakaan tadi. Membawa bu Ratna ke RSIA Jambangan karena posisinya paling dekat dengan lokasi kejadian.
Sepanjang perjalanan ke RSIA di dalam angkot, bu Ratna masih sadar. Hingga mendapat pertolongan pertama di RSIA dengan infus. Namun RSIA merujuk bu Ratna ke RSAL, karena peralatan di sana lebih lengkap. Dalam ambulan RSIA itupun bu Ratna masih bisa ditanya-tanya. Darah mengucur dari kepalanya yang diperban. Bagian kepala inilah yang terbentur saat ia terpental sebab beliau tidak pakai helm. Ini di luar kebiasaan bu Ratna. Biasanya sedekat apapun jarak berkendara, bu Ratna selelu memakai helm.
Hingga sampai di UGD RSAL, bu Ratna pingsan. Tak sadarkan diri disertai kejang hebat. Setelah rongent dokter memutuskan untuk melakukan operasi bedah kepala karena ada perdarahan otak. Operasi pertama dilakukan selasa malam. Menghabiskan dana sebesar Rp. 30.000.000. dan akan dilakukan operasi kedua untuk mengembalikan posisi tempurung kepala bu Ratna. Dokter meminta pihak keluarga menyiapkan dana sebesar Rp. 50.000.000.
Ya Allah… saya tak kuasa menahan tangis mendengar penuturan ibu dari bu Ratna. Hingga jum’at siang bu Ratna tetap dalam kondisi kritis. Saya benar-benar tak membayangkan kondisi bu Ratna dan keluarga. Suami Bu Ratna hanya seorang loper koran.
Setelah berdoa bersama untuk kesembuhan bu Ratna, kamipun berpamitan. Kami tak dapat masuk dan melihat langsung kondisi bu Ratna karena beliau masih koma sejak hari selasa yang lalu. Ya Allah… Semoga Bu Ratna segera baikan ya Allah.
Sepanjang lorong rumah sakit saya menerawang. Andai saya ada di posisi bu Ratna. Sungguh saya kembali diingatkan bahwa kematian begitu dekat. Bahwa ia akan datang sewaktu-waktu. Tanpa pandang bulu. Dengan atau tanpa sebab yang nyata. Kematian adalah teman sejati yang selalu membuntuti kemanapun kita pergi.
Ketika hendak pulang ke rumah saya, kami melewati jalur A. Yani bersisian dengan rel kereta api. Suara peluit kereta tiba-tiba mengaagetkan saya dan bu Syamila. Laju motor metik bu Syamila melambat. Ia memperhatikan satu gerbong kereta api yang melintas. Lambat, namun sepertinya kereta api itu menyeret sesuatu. Seperti kardus yang menempel disisi gerbong kereta api. Berwarna putih hitam.
Sesaat kemudian, gerbong itu sempurna berhenti. Masinis dan orang yang ada di gerbong melongok keluar. Melihat sesuatu yang mirip kardus tadi. Bu Syamila semakin terpana dengan kejadian itu. Motornya semakin melambat dan akhirnya berhenti tepat di seberang benda yang mirip kardus tadi. Seorang siswa laki-laki (siswa SMA mungkin) membopong seorang siswi yang pingsan. Rupannya yang tampak seperti kardus tadi adalah siswi tersebut. Orang-orang segera berkerumun. Siswi tadipun segera dilarikan ke RSAL.
Saya dan bu Syamila masih terbengong dengan kejadian tadi. Baru saja di ceritai perihal bu Ratna, lalu melihat dengan mata kepala bagaimana seorang siswi terseret kereta. Saya tidak tahu bagaimana nasib siswi tadi karena kami segera melaju pulang. Shalat jum’at akan segera dilaksanakan. Sementara ayah Naufa dititipi anak-anak kami (Naufa, Naura dan Khadija)
Kematian, ya kematian. Sesuatu yang dekat namun sering kali kita lupakan. Betapa ia akan merenggut siapa saja yang jatah usianya telah habis tak bersisa. Tua muda. Miskin kaya. Semuanya akan berakhir pada liang yang sama. Tak dapat ditangguhkan pun tak dapat dimajukan.
Dan setiap umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang batas waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.(QS. Al-A’raf: 34)
Hanya orang-orang yang beruntung saja yang bisa beroleh kebaikan di ujung nafasnya. Artikel ini saya tuliskan sebagai remainder diri, muhasabah. Untuk terus berbenah dari hari ke hari. Menyiapkan bekal menuju kehidupan abadi.
Agar kematian begitu membahagiakan.
Pertama, selalu luruskan niat. Setiap kali bangun tidur, hendaknya kita meluruskan niatan kita hidup di dunia ini. Yaitu hanya beribadah kepada Allah. Menyembah-Nya sekaligus menaatinya dalam seluruh aspek kehidupan. Bukan untuk memperjuangkan sistem hukum buatan manusia. Agar manusia banyak mendukung kita. Memuji kita, mengelu-elukan kita, bukan.
Kedua, selalu menjaga taat menghindari maksiyat. Janganlah sekali-sekali kita lalai. Kita memang tak tahu kapan kematian kan merenggut paksa diri kita dari dunia. Meninggalkan orang-orang yang kita cinta dan mencintai kita. Meninggalkan harta benda yang tak sedikit jumlahnya. Namun, kita sebenarnya bisa berusaha menentukan kondisi akhir kematian kita. Apakah menyenangkan atau memuakkan.
Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
Lihatlah para syuhada yang bahkan senyuman masih tersungging di bibirnya saat ruh meninggalkan jasadnya. Tak jarang pula ahli ibadah yang kembali pada rabbnya dalam sujudnya. Juga pendakwah yang meninggal dalam amanah mulianya, menyampaikan dienullah.
Di lain sisi, ada pula yang meninggal saat di meja judi atau saat teman zinanya tengah disetubuhi. Pun juga saat lantang meneriaki para pejuang agama ini dengan propaganda keji. Adalah Kemal Attaturk la’natullah ‘alaihi yang menjadi eksekutor runtuhnya KHILAFAH ISLAMIYAH. Ia mati setelah siksaan penyakit kelamin yang menahun. Juga Ariel Sharon si pembantai kaum muslim la’natullah ‘alayhi koma hampir sepuluh tahun. Na’udzubillahi min dzalika ya Allah…
Dan hari ini, seorang sahabat kami, bu Ratna yang telah saya ceritakan di awal tulisan ini telah kembali pada Ilahi rabbi. Semoga kebaikan adalah penutup akhir perjuangan beliau. Selamat jalan bu Ratna semoga engkau mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Allahummaghfirlaha wa’fu ‘anha warhamha wa akrim nuzulaaha wawasi’ madkholaha.
Ketiga, prioritas amal. Tempatkanlah amal para urutan prioritasnya. Penuhilah yang wajib sebaik mungkin. Kejarlah yang sunnah sebisa mungkin, kurangi yang mubah sedapat mungkin, tinggalkan yang syubhat ataupun haram sejauh mungkin. Ketika sehari-hari kesibukan kita diisi dengan prioritas amal di atas. Insyaa Allah kita akan mendapati kebaikan ada di ujung kehidupan kita.
“...Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Abaqarah 148).
Kelima, selalu sadar. Sadar bahwa gerak-gerik kita, ucapan kita, diam kita, marah kita, cinta kita, dugaan kita semuanya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah swt. Sadar bahwa kita akan bertanggung jawab atas itu semua. Sadar bahwa meski kita berjama’ah namun ketika kita di penghisaban kelak, kita sendirilah yang kan beroleh jerih payah kita di dunia.
Sadar bahwa kehidupan dunia hanyalah fatamorgana. Sadar bahwa dunia hanya tempat singgah sementara. Sadar bahwa kekekalan hanya ada di surga atau neraka. Sadar betapa sisa waktu tinggal sedikit lagi. Sadar bahwa kita masing masing punya catatan amal sendiri-sendiri. Yang tak akan luput sebiji sawipun kebaikan pun keburukan. Sadar bahwa Allah selalu bersama kita, mengawasi kita apapun kondisi kita.
Dari Al-Mustaurid bin syadad RA. Berkata, bahwa Rasulullah Saw. besabda: “Demi Allah! Tidaklah perbandingan dunia dengan akhirat itu melainkan seperti salah seorang diantara kalian yang memasukkan jarinya kedalam lautan, maka lihatlah seberapa banyak air yang ikut pada jari itu. (HR. muslim)
Kesadaran ini harus selalu mengiringi keterikatan kita terhadap hukum syara’. Inilah yang dinamakan idrak sillah billah (kesadaran akan hubungan dengan Allah). Kesadaran inilah yang akan melahirkan orang-orang yang cerdas. Orang yang selalu mengingat mati dan menyiapkan bekal untuk kehidupan setelah kematiannya.
Sebagaimana sabda nabi saw: “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah)
Keenam, jangan menunda kebaikan. Setan sudah berazzam untuk senantiasa menggoda manusia. Menjerumuskan manusia dalam kelalaian. Salah satunya adalah bisikan kemalasan. Males kontak, males halaqah, malas ikut majlis ta’lim, malas mutola’ah, malas berhjab, malas shalat, malas membaca al-Qur’an dan kemalasan-kemalasan yang lain.
Ingatlah Allah telah anugrahkan pada kita nikmat yang begitu besar. Nikmat kehidupan, nikmat kesehatan, nikmat masa muda, nikmat waktu luang dan nikmat kekayaan.
Jangan sampai nunggu kita fakir baru kita bersedekah. Jangan nunggu kita sempit baru kita berdakwah. Jangan nunggu kita tua baru mau taat. Jangan nunggu kita sakit baru kita kontak, jangan nunggu kita mati baru kita akan menyesal karna hidup tak bisa diulang dua kali. Tak ada reinkarnasi dalam Islam. Kematian adalah pemutus segalanya. Kematian adalah gerbang antara kebehagiaan atau kesengsaraan sejati.
"Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim)
Karenanya yuk sejak sekarang berlomba-lombalah kita dalam kebaikan. Agar tak terbuang sedetikpun untuk kemaksiatan.
Ketujuh, bergaullah dengan orang-orang baik. Teman-teman kita adalah cerminan dari kualitas agama kita. Lingkungan yang baik akan menularkan kebaikan, lingkungan yang buruk akan menularkan keburukan.
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Ya Allah…
Aku mohon kepada-Mu,
Jadikanlah kebaikan adalah penutup desah nafasku.
Semoga kebaikan senantiasa mengiringi tiap langkahku.
Dan aku mohon istiqamahkan aku dalam jalan dakwah ini,
Hingga aku menjumpai-Mu dengan kemuliaan atau kesyahidan.
Aamiin....
Siwaalankerto tengah, 24 Maret 2014, 02:16
Mengenang kepergian bu Ratna.
Bu Ratna namanya. Seorang syabah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Beliau adalah seorang pedagang di pasar Karah, Surabaya. berjualan sejak pukul 6-10 pagi. Setelah selesai berjualan di pasar, bu Ratna dan Bu Maftuhah berencana kontak ke tokoh umat di daerah Jambangan.
Menyusuri jalan raya yang cukup lengang. Setelah melewati jalur tol, Bu Maftuhah bersiap menyebrang. Membelokkan sepeda motornya ke kanan jalan masuk gang. Tak di nyana-nyana, tiba-tiba dari arah depan sebuah sepeda motor dengan kecepatan tinggi menghantam sepeda motor yang dikemudikan bu Maftuhah.
Bersyukur sepeda motor bu Maftuhah sudah masuk gang. Meski begitu, tabrakan muka dan bagian belakang sepeda motor itu tak terelakkan. Bu Ratna yang dibonceng bu Maftuhah terpental. Karena bagian belakang motor bu Maftuhah terbentur keras dengan bagian depan sepeda motor penabrak. Sementara bu Maftuhah baik-baik saja.Alhamdulillah...
Masa yang ada di sekitar tempat kejadian berkerumun. Polisipun segera hadir. Kedua sepeda motor kecelakaan disita polisi. Begitu juga dengan STNK masing-masingnya. Polisi membantu bu Maftuhah memapah bu Ratna yang terpental akibat kecelakaan tadi. Membawa bu Ratna ke RSIA Jambangan karena posisinya paling dekat dengan lokasi kejadian.
Sepanjang perjalanan ke RSIA di dalam angkot, bu Ratna masih sadar. Hingga mendapat pertolongan pertama di RSIA dengan infus. Namun RSIA merujuk bu Ratna ke RSAL, karena peralatan di sana lebih lengkap. Dalam ambulan RSIA itupun bu Ratna masih bisa ditanya-tanya. Darah mengucur dari kepalanya yang diperban. Bagian kepala inilah yang terbentur saat ia terpental sebab beliau tidak pakai helm. Ini di luar kebiasaan bu Ratna. Biasanya sedekat apapun jarak berkendara, bu Ratna selelu memakai helm.
Hingga sampai di UGD RSAL, bu Ratna pingsan. Tak sadarkan diri disertai kejang hebat. Setelah rongent dokter memutuskan untuk melakukan operasi bedah kepala karena ada perdarahan otak. Operasi pertama dilakukan selasa malam. Menghabiskan dana sebesar Rp. 30.000.000. dan akan dilakukan operasi kedua untuk mengembalikan posisi tempurung kepala bu Ratna. Dokter meminta pihak keluarga menyiapkan dana sebesar Rp. 50.000.000.
Ya Allah… saya tak kuasa menahan tangis mendengar penuturan ibu dari bu Ratna. Hingga jum’at siang bu Ratna tetap dalam kondisi kritis. Saya benar-benar tak membayangkan kondisi bu Ratna dan keluarga. Suami Bu Ratna hanya seorang loper koran.
Setelah berdoa bersama untuk kesembuhan bu Ratna, kamipun berpamitan. Kami tak dapat masuk dan melihat langsung kondisi bu Ratna karena beliau masih koma sejak hari selasa yang lalu. Ya Allah… Semoga Bu Ratna segera baikan ya Allah.
Sepanjang lorong rumah sakit saya menerawang. Andai saya ada di posisi bu Ratna. Sungguh saya kembali diingatkan bahwa kematian begitu dekat. Bahwa ia akan datang sewaktu-waktu. Tanpa pandang bulu. Dengan atau tanpa sebab yang nyata. Kematian adalah teman sejati yang selalu membuntuti kemanapun kita pergi.
Ketika hendak pulang ke rumah saya, kami melewati jalur A. Yani bersisian dengan rel kereta api. Suara peluit kereta tiba-tiba mengaagetkan saya dan bu Syamila. Laju motor metik bu Syamila melambat. Ia memperhatikan satu gerbong kereta api yang melintas. Lambat, namun sepertinya kereta api itu menyeret sesuatu. Seperti kardus yang menempel disisi gerbong kereta api. Berwarna putih hitam.
Sesaat kemudian, gerbong itu sempurna berhenti. Masinis dan orang yang ada di gerbong melongok keluar. Melihat sesuatu yang mirip kardus tadi. Bu Syamila semakin terpana dengan kejadian itu. Motornya semakin melambat dan akhirnya berhenti tepat di seberang benda yang mirip kardus tadi. Seorang siswa laki-laki (siswa SMA mungkin) membopong seorang siswi yang pingsan. Rupannya yang tampak seperti kardus tadi adalah siswi tersebut. Orang-orang segera berkerumun. Siswi tadipun segera dilarikan ke RSAL.
Saya dan bu Syamila masih terbengong dengan kejadian tadi. Baru saja di ceritai perihal bu Ratna, lalu melihat dengan mata kepala bagaimana seorang siswi terseret kereta. Saya tidak tahu bagaimana nasib siswi tadi karena kami segera melaju pulang. Shalat jum’at akan segera dilaksanakan. Sementara ayah Naufa dititipi anak-anak kami (Naufa, Naura dan Khadija)
Kematian, ya kematian. Sesuatu yang dekat namun sering kali kita lupakan. Betapa ia akan merenggut siapa saja yang jatah usianya telah habis tak bersisa. Tua muda. Miskin kaya. Semuanya akan berakhir pada liang yang sama. Tak dapat ditangguhkan pun tak dapat dimajukan.
Dan setiap umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang batas waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.(QS. Al-A’raf: 34)
Hanya orang-orang yang beruntung saja yang bisa beroleh kebaikan di ujung nafasnya. Artikel ini saya tuliskan sebagai remainder diri, muhasabah. Untuk terus berbenah dari hari ke hari. Menyiapkan bekal menuju kehidupan abadi.
Agar kematian begitu membahagiakan.
Pertama, selalu luruskan niat. Setiap kali bangun tidur, hendaknya kita meluruskan niatan kita hidup di dunia ini. Yaitu hanya beribadah kepada Allah. Menyembah-Nya sekaligus menaatinya dalam seluruh aspek kehidupan. Bukan untuk memperjuangkan sistem hukum buatan manusia. Agar manusia banyak mendukung kita. Memuji kita, mengelu-elukan kita, bukan.
Kedua, selalu menjaga taat menghindari maksiyat. Janganlah sekali-sekali kita lalai. Kita memang tak tahu kapan kematian kan merenggut paksa diri kita dari dunia. Meninggalkan orang-orang yang kita cinta dan mencintai kita. Meninggalkan harta benda yang tak sedikit jumlahnya. Namun, kita sebenarnya bisa berusaha menentukan kondisi akhir kematian kita. Apakah menyenangkan atau memuakkan.
Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
Lihatlah para syuhada yang bahkan senyuman masih tersungging di bibirnya saat ruh meninggalkan jasadnya. Tak jarang pula ahli ibadah yang kembali pada rabbnya dalam sujudnya. Juga pendakwah yang meninggal dalam amanah mulianya, menyampaikan dienullah.
Di lain sisi, ada pula yang meninggal saat di meja judi atau saat teman zinanya tengah disetubuhi. Pun juga saat lantang meneriaki para pejuang agama ini dengan propaganda keji. Adalah Kemal Attaturk la’natullah ‘alaihi yang menjadi eksekutor runtuhnya KHILAFAH ISLAMIYAH. Ia mati setelah siksaan penyakit kelamin yang menahun. Juga Ariel Sharon si pembantai kaum muslim la’natullah ‘alayhi koma hampir sepuluh tahun. Na’udzubillahi min dzalika ya Allah…
Dan hari ini, seorang sahabat kami, bu Ratna yang telah saya ceritakan di awal tulisan ini telah kembali pada Ilahi rabbi. Semoga kebaikan adalah penutup akhir perjuangan beliau. Selamat jalan bu Ratna semoga engkau mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Allahummaghfirlaha wa’fu ‘anha warhamha wa akrim nuzulaaha wawasi’ madkholaha.
Ketiga, prioritas amal. Tempatkanlah amal para urutan prioritasnya. Penuhilah yang wajib sebaik mungkin. Kejarlah yang sunnah sebisa mungkin, kurangi yang mubah sedapat mungkin, tinggalkan yang syubhat ataupun haram sejauh mungkin. Ketika sehari-hari kesibukan kita diisi dengan prioritas amal di atas. Insyaa Allah kita akan mendapati kebaikan ada di ujung kehidupan kita.
“...Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Abaqarah 148).
Kelima, selalu sadar. Sadar bahwa gerak-gerik kita, ucapan kita, diam kita, marah kita, cinta kita, dugaan kita semuanya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah swt. Sadar bahwa kita akan bertanggung jawab atas itu semua. Sadar bahwa meski kita berjama’ah namun ketika kita di penghisaban kelak, kita sendirilah yang kan beroleh jerih payah kita di dunia.
Sadar bahwa kehidupan dunia hanyalah fatamorgana. Sadar bahwa dunia hanya tempat singgah sementara. Sadar bahwa kekekalan hanya ada di surga atau neraka. Sadar betapa sisa waktu tinggal sedikit lagi. Sadar bahwa kita masing masing punya catatan amal sendiri-sendiri. Yang tak akan luput sebiji sawipun kebaikan pun keburukan. Sadar bahwa Allah selalu bersama kita, mengawasi kita apapun kondisi kita.
Dari Al-Mustaurid bin syadad RA. Berkata, bahwa Rasulullah Saw. besabda: “Demi Allah! Tidaklah perbandingan dunia dengan akhirat itu melainkan seperti salah seorang diantara kalian yang memasukkan jarinya kedalam lautan, maka lihatlah seberapa banyak air yang ikut pada jari itu. (HR. muslim)
Kesadaran ini harus selalu mengiringi keterikatan kita terhadap hukum syara’. Inilah yang dinamakan idrak sillah billah (kesadaran akan hubungan dengan Allah). Kesadaran inilah yang akan melahirkan orang-orang yang cerdas. Orang yang selalu mengingat mati dan menyiapkan bekal untuk kehidupan setelah kematiannya.
Sebagaimana sabda nabi saw: “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah)
Keenam, jangan menunda kebaikan. Setan sudah berazzam untuk senantiasa menggoda manusia. Menjerumuskan manusia dalam kelalaian. Salah satunya adalah bisikan kemalasan. Males kontak, males halaqah, malas ikut majlis ta’lim, malas mutola’ah, malas berhjab, malas shalat, malas membaca al-Qur’an dan kemalasan-kemalasan yang lain.
Ingatlah Allah telah anugrahkan pada kita nikmat yang begitu besar. Nikmat kehidupan, nikmat kesehatan, nikmat masa muda, nikmat waktu luang dan nikmat kekayaan.
Jangan sampai nunggu kita fakir baru kita bersedekah. Jangan nunggu kita sempit baru kita berdakwah. Jangan nunggu kita tua baru mau taat. Jangan nunggu kita sakit baru kita kontak, jangan nunggu kita mati baru kita akan menyesal karna hidup tak bisa diulang dua kali. Tak ada reinkarnasi dalam Islam. Kematian adalah pemutus segalanya. Kematian adalah gerbang antara kebehagiaan atau kesengsaraan sejati.
"Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim)
Karenanya yuk sejak sekarang berlomba-lombalah kita dalam kebaikan. Agar tak terbuang sedetikpun untuk kemaksiatan.
Ketujuh, bergaullah dengan orang-orang baik. Teman-teman kita adalah cerminan dari kualitas agama kita. Lingkungan yang baik akan menularkan kebaikan, lingkungan yang buruk akan menularkan keburukan.
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Ya Allah…
Aku mohon kepada-Mu,
Jadikanlah kebaikan adalah penutup desah nafasku.
Semoga kebaikan senantiasa mengiringi tiap langkahku.
Dan aku mohon istiqamahkan aku dalam jalan dakwah ini,
Hingga aku menjumpai-Mu dengan kemuliaan atau kesyahidan.
Aamiin....
Siwaalankerto tengah, 24 Maret 2014, 02:16
Mengenang kepergian bu Ratna.