Kelahiran Normal Sebuah Peradaban

Kelahiran Normal Sebuah Peradaban

Kelahiran Normal Sebuah Peradaban

Kelahiran Normal Sebuah Peradaban
Catatan kali ini adalah kelanjutan dari artikelku sebelumnya tentang melahirkan normal. Aku ingin mengaitkan proses ini dengan proses lahirnya sebuah peradaban, sebuah kebangkitan. Menurutku, proses kelahiran normal sebuah peradaban mirip dengan proses kehamilan dan persalinan seorang wanita.

Awalnya berupa benih kecil. Nyaris tak diperhitungkan oleh siapapun. Bahkan banyak orang merasa jijik melihatnya. Sebagaimana sel sperma yang secara kasat mata begitu rupanya. Benih tersebut ketika sudah bertemu dengan sel telur dan melebur, akan menjadikannya sebuah benda baru. Bermula dari satu. Berkembang menjadi dua, empat, enam dan seterusnya hingga berubahlah sel tersebut menjadi segumpal daging. Pertumbuhannya begitu cepat, bahkan tanpa kendali ibu hamil tersebut. Selama sembilan bulan 10 hari janin ada dalam rahim yang aman.

Begitu pula sebuah ide yang mendasari suatu perubahan. Awalnya tak diperhitungkan, lalu melebur dengan bakal janin, berinteraksi dan menyatu. Bertumbuhlah janin peradaban tersebut. Lambat tapi pasti. Jika kehamilan membutuhkan waktu yang rata-rata sama untuk masa kehamilan, berbeda dengan proses mengandung sebuah janin peradaban.

Waktu mengandung dan perkembangan janin amat tergantung dari pergerakan siapapun yang melebur dengan ide tadi. Dakwah Rasulallah saat di Makah berlalu hingga 13 tahun tanpa perubahan yang signifikan.  Proses kelahiran peradaban justru terjadi di Madinah.

Proses melahirkannya pun menurutku, mirip. Kontraksi yang dialami oleh seorang ibu selama masa menunggu pembukaan sempurna sangat menyakitkan. Meningkat setahap demi setahap berdasar pada kenaikan pembukaan. Semakin mendekati pembukaan sempurna semakin tak tahan rasa sakitnya. Semakin nyeri, semakin gemetar, semakin ada rasa mau mati saja. 

Begitulah, kita ketahui bahwa betapa sulitnya keadaan kaum muslimin bersama rasulallah saat di Makah.  Sampai-sampai para sahabat bertanya “kapankan pertolongan itu datang?”

Siksaan dan tekanan terhadap individu yang mengemban dakwah pada masa itu sungguh sangat menyedihkan. Mulai dari menyiksa dengan berbagai cara, membunuh, mengusir, memfitnah dan memboikot. Bersyukur ada orang-orang yang sangat berjasa untuk dakwah.

Ada ibunda Khadijah ra yang menjadi pendamping rasulallah sekaligus back up dana. Ada Paman rasulallah, Abu Thalib. Sekalipun belum memeluk Islam, namun bersedia menangung derita bersama rasul dan melindungi beliau dari berbagai gangguan, hingga beliau meninggal dunia. Kontraksi itu terus terjadi hingga pertolongan Allah datang. Tegaknya Institusi Daulah Islam dengan rasulallah sebagai kepala negaranya. Yang berjaya sepanjang 1200 tahun lamanya.

Begitu pula apa yang terjadi hari ini. Ketika gaung perubahan menggema dimana-mana. Berawal dari Tunisia, arab spring menjadi efek domino ke seantero dunia Islam, menuntut perubahan. Setelah ide kebangkitan berada dalam rahim yang aman, kinilah saatnya melahirkan perubahan itu. Semua menggemakan kelahiran peradaban baru dalam tatanan dunia yang berkah, setelah masa kandungan itu cukup usianya.

Jika rasulallah menjalaninya selama 13 tahun, maka  telah berlalu masa 89 tahun zaman kita, hidup tanpa pemimpin yang sebenarnya. Terlunta-lunta tanpa naungan. Karena sejak 3 maret 1924, rumah kita telah dihancurkan, ibu kita telah dibunuh oleh Mustafa Kamal Ataturk La’natullah. Selama masa itu, kaum Muslimin telah mengalami kepahitan demi kepahitan. Klimaks nya saat ini. Ketika kondisi sakit umat begitu dahsyat. Kaum muslimin menangis. Namun inilah justru merupakan indikasi kontraksi yang harus dijalani umat agar bisa melahirkan peradaban dengan cara yang normal, bukan caesar.

Apa yang terjadi di Suriah, Palestina, Mali, Rohingya, Poso dan lain sebagainya adalah bukti bahwa umat sedang mengalami kontraksi. Kontraksi yang demikian hebatnya. Hingga membuat mata ini tak sanggup lagi memandang, hati ini terus meradang. Sakit, sungguh! Hingga bertanyalah orang-orang yang beriman, sampai kapan ini semua?

Ya, hingga peradaban itu lahir. Hingga tatanan dunia baru itu tak lagi dapat terelakkan.

Layaknya suami, yang senantiasa setia menemani istri dalam proses persalinan, begitupun kita. Kita harus selalu memberikan support untuk saudara-saudara kita nun jauh disana. Support dana, support jiwa, support doa. Ketika masa ini semakin klimaks, yakinlah proses mengeluarkan kepala akan berlangsung sekejab mata. Setelahnya, sungguh proses melahirkan tak kan terasa lagi sakit dan pedihnya. Ketika semuanya telah keluar. Derita yang selama ini dirasakan tak kan lagi terhiraukan. Berganti dengan binar kebahagiaan.

Begitulah... karenanya dibutuhkan ketabahan serta kesabaran untuk menjemputnya. Bagi kita yang berada jauh dari daerah kontraksi, tak sepatutnya berdiam diri. Kita harus menyiapkan penyambutan sedekian rupa. Agar, jika peradaban itu lahir, kita bisa memberikan perawatan terbaik. Layaknya bayi, peradaban baru itu membutuhkan pengasuhan terbaik. Karenanya, kita harus menyiapkan kondisi umat agar bersedia dengan sepenuh jiwa menjadi pelindung dan perawat bayi peradaban tersebut. Sebagaimana kaum Ashor yang bersedia mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk daulah Islam yang tegak di Madinah. Mari rapatkan barisan menyongsong perubahan besar menuju tatanan dunia baru dalam naungan Syari’ah dan Khilafah.[Bunda Naufa]

Related

Dakwah 4835030214220291032

Post a Comment

  1. Keren artikelnya..nanti izin repost ulang dan sedikit edit ya artikelnya tentang kelahiran peradaban khilafah islam..
    rencana mau posting saat istri sy melahirkan, sekarang masih mengandung..

    Syukron

    ReplyDelete

emo-but-icon

Tulisan Unggulan

Sebulan Bisa Hafal Satu Juz?

Hafalan Al-Qur'an Yuuuk Saya memulai jadwal tahfidz harian ba'da shubuh. Saat suasana masih sangat tenang, Goma masih lelap ...

Catatan Terbaru

item